Ketika nabi saw. Meminta abu thalib agar mengucapkan lailahaillallah (tiada tuhan selain aloh) dihadapan abu jahal dan Abdullah bin umayyah almakhzumi, abu thalib tidak mengucapkannya. Lalu, nabi saw berkata, “aku akan selalu memohon ampunan bagimu selama aku tidak dilarang untuk melakukan hal itu. “oleh karena itu beberapa orang islam berkata, “sesungguhnya rasul saw memohon ampunan bagi pamannya. Oleh karena itu kami pun akan memohon ampunan bagi orang tua kami” lalu mereka benar benar memohon ampunan bagi orang tua mereka sehingga alloh menurunkan ayat tersebut berkenaan dengan mereka.
Perawi hadis ini meringkas riwayat tersebut dengan menghilangkan teks nya yang terakhir. Saya telah menemukan beberapa bukti yang menguatkan kesimpulan ini. Diantaranya adalah : Pertama , hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hatim dan Abu Asy-Syaikh bahwa Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi berkata, “Ketika abu Thalib sakit, nabi saw menemuinya beliau memintanya agar mengucapkan lailahaillah. Namun abu thalib tidak mengucapkannya. Kemudian , beliau berkata “Aku akan selalu memohon ampunan bagimu selama aku tidak dilarang melakukan hal itu.
Hal ini dijadikan dalil oleh sebagian orang Islam. Mereka berkata, “Rasulullah saw. Memohon ampunan bagi pamannya dan Ibrahim as juga memohon ampunan bagi ayahnya” Lalu mereka pun memohon ampunan bagi kerabat mereka yang meninggal dalam kemusyrikan oleh karena itu alloh swt menurunkan ayat.
“Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memohon ampunan (kepada alloh) bagi orang-orang musyrik (Qs-At Taubah :9 :113), setelah itu alloh menurunkan ayat “Dan permohonan ampunan Ibrahim (kepada alloh) untuk ayahnya … (Qs At-Taubah 9 : 114)
Kedua, Ibn Jarir meriwayatkan melalui jalur Syabl dari ‘Amr bin Dinar bahwa nabi saw, bersabda “Ibrahim as, telah memohon ampunan bagi ayahnya padahal ia seorang musyrik. Oleh karena itu aku akan selalu memohon ampunan bagi Abu Thalib hingga tuhanku melarangku melakukan hal itu. Para sahabat pun berkata “ Kami akan memohon ampunan bagi orang tua kami, sebagaimana nabi saw. Memohon ampunan bagi pamannya (Abu Thalib) “ Kemudian Alloh menurunkan ayat, “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memohon ampunan (kepada Alloh ) bagi orang-orang musyrik (Qs. At-Taubah 9 : 113)
Jadi, dari riwayat-riwayat ini tambpak jelas bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan permohonan ampunan yang dilakukan oleh sebagian orang Islam bagi kerabat mereka yang meninggal dalam kemusyrikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa riwayat yang menyebutkan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Abu Thalib telah mengalami reduksi, yaitu penghilangan sebagian teksnya. Akibatnya, terjadilah ambiguitas sehingga para perawi berikutnya mengira bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Abu Thalib, padahal sebenarnya bukan demikian.
Ketiga, surah At-Taubah tersebut seluruhnya adalah Madaniyyah (diturunkan di madinah) dan turun setelah Peran gTabuk, jadi , antara penurunan ayat ini dan kematian Abu Thalib ada rentang waktu sekitar dua belas tahun.
Bagaimana mengompromikan fakta ini dan hadist yang diriwayatkan dari Ali ra. Dalam hal ini, perlu diambil satu sikap, yaitutidak sepatutnya mengabaikan fakta-fakta tersebut dengan memaksakan kesimpulan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Abu Thalib, meskipun hal itu disebutkan dalam hadis-hadist yang dimuat dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih muslim. Sebab, terkadang ada hadis-hadis yang terdapat dalam shahih al bukhari dan shahih muslim karena beberapa alas an yang menuntuk demikian. Langkah ini telah ditegaskan dalam ushul al hadis (kaidah-kaidah ilmu hadis) sementara itu pendapat mereka yang mengatakan bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam shahih albukhari dan shahih muslim atau salah satunya harus didahulukan bukanlah kaidah yang mutlak.
Keempat, yang dimaksud dengan Ayah nabi Ibrahim a.s dalam surat at taubah 114 adalah pamannya, sebagaimana telah ana selaskan dalam pembahasan tentang keselamatan kedua orang tua rasul saw diakhirat. Hal itu telah disepakati oleh Ahlul Kitab, baik dari kalangan yahudi maupun Nasrani. Paman nabi Ibrahim adalah Azar. Orang ini berprofesi sebagai pembuat patung yang disembah sebagai tuhan , sebagaimana disebutkan dalam Al-Wuran. Azar pernah berkata kepada Ibrahim
“Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim ? (Qs. Maryam 19 : 46)
Sebaliknya tidak ada hadis sahih yang menyebutkan bahwa Abu Thalib menuhankan berhala, menyembah batu atau melarang nabi saw. Menyembah alloh swt. Memang, ia tidak mengucapkan dua kalimat syahadat secara terang-terangan atau tidak melaksanakan kewajiban yang ditetapkan Islam. Namun, hatinya dipenuhi keimanan kepada nabi saw. Orang seperti ini tetap akan selamat di akhirat. Menurut keyakiann agama kita, sungguh tidak lah bijaksana, tidak sesuai dengan syariat yang mulia, dan tidak pula sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan para pemuka ahli kalam bila abu thalib disejajarkan dengan Azar paman nabi Ibrahim as. Hasan ra berkata, “ Apakah orang yang mencaci rasul saw di antara kalian sama dengan orang yang memuji dan menolongnya ?”
Abu thalib adalah orang yang telah memelihara dan mengasuh nabi saw, sewaktu kecil, memberikan tempat tinggal setelah beliau dewasa, menolong meuliakan melindungai dan selalu memuji beliau dengan beberapa qashidah-nya yang indah. Selain itu, ia juga menyenangi para pengikut beliau. Adapun, hadist yang diriwayatkan dari ‘Amr bin dinar yang telah disebutkan di atas tidak menunjukkan kemusyrikanny. Dalam hadist itu disebutkan bahwa nabi saw. Bersabda “Ibrahim as telah memohon ampunan bagi ayahnya padahal ia seorang musyrik. Oleh karena itu , aku akan selalu memohon ampunan bagi abu thalib hingga tuhanku melarangku melakukan hal itu.”
Mungkin hadist yang diriwayatkan ‘Amr bin Dinar itu artinya, “Ibrahim as telah memohon ampunan bagi ayahnya. Padahal ia seorang musyrik . Lalu, mengapa kau tidak memohon ampunan bagi abu thalib, padahal dosanya lebih kecil darpada dosa kemusyrikan? Oleh karena itu, aku akan selalu memohon ampunan bagi abu thalib sehingga tuhanku melarangku melakukan hal itu, kenyataannya nabi saw tidak dilarang untuk memohon ampunan bagi abu thalib , tetapi beliau dilarang untuk memohon ampun bagi orang-orang musyrik. Larangan itu tidak dikhususnkan bagi paman beliau, abu thalib.
Kelima , sebuah riwayat yang dikutip dalam Ad-Durr Al-Mantsur melalui Ibn Jarir dari Qatadah, bahwa sekelompok sahabat nabi saw, bertanya kepada beliau tentang memohon ampunan kepada alloh bagi orang tua mereka. Ketika itu, rasul saw, menjawab “ Demi alloh, sesunggunya aku benar-benar memohon ampunan bagi ayahku, sebagaimana ibrahim telah memohon ampunan bagi ayahnya. Kemudian alloh swt menurunkan firmannya “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang yang beriman memohon ampunan (kepada alloh) bagi orang-orang musyrik (Qs At Taubah 9 : 113 ). SElanjutnya nabi saw bersabda “Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku beberapa kalimat yang telah masuk ke dalam kedua telingaku dan menetap di dalam hatiku, yaitu bahwa aku tidak boleh memohon ampunan bagi orang yang meninggal dalam kemusyrikan”
Sabda nabi saw, “Demi alloh , sesungguhnya aku benar-benar memohon ampunan bagi ayahku… “ maksudnya adalah permohonan ampunan bagi pamanku. Beliau tidak berkata, “Aku diperintahkan agar tidak memohon ampunan baginya” Akan tetapi beliau berkata, “… bahwa aku tidak boleh memohon ampunan bagi orang yang meninggal dalam kemusyrikan. Sabda nabi saw tersebut merupakan jawaban bagi pertanyaan para sahabat, di samping merupakan isyarat tersembunyi (implisit) bahwa pamannya abu thalib bukan seorang musyrik.
Keenam, hadist-hadist tentang syafaat nabi saw, bahwa beliau memberikan syafaat kepada orang yang dalam hatinya terdapat keimanan walaupun lebih kecil, lebih kecil dan lebih kecil lagi daripada biji sawi.
Ketujuh, Hadis yang diriwayatkan Ibn Majah bahwa Ibn Umar ra berkata, seorang Arab badui menemui nabi saw. Lalu berkata, dulu ayahku adalah orang yang selalu menyambung silaturrahim… (ia menyebutkannya kebaikan-kebaikannya yang lain). Dimanakah tempatnya di akhirat ? Nabi saw menjawab, Ia di neraka” Tampaknya jawaban itu membuatnya sedih. Lalu ia bertanya dimanakah ayahmu? Beliau menjawab “Dimana saja kamu melewati kuburan seorang kafir, kabarkanlah bahwa ia adalah penghuni neraka.
Rasulullah saw memberikan jawaban yang umum kepada orang arab badui itu dengan sabdanya, dimana saja kamu melewati kuburan seorang kafir, kabarkanlah bahwa ia adalah penghuni neraka. Beliau biasa melakukan hal itu dalam memberikan jawaban bila ada orang arab badui yang bertanya kepadanya. Sebab, beliau khawatir bila memberikan jawaban yang jelas dan terperinci atas pertanyaan orang arab badui, maka hatinya akan terguncang. Oleh karena itu, beliau sengaja memberikan jawaban yang umum dan samar tetapi mengandung kebenaran.
Berkenaan dengan pertanyaan orang arab badui itu, nabi saw tidak menyebutkan secara jelas keadaan yang sebenarnya. Beliau menempatkan posisi ayahnya pada posisi ayah orang arab badui itu. Sebab, jika beliau memberikan jawaban yang jelas, dikhawatirkan orang itu akan membantah karena orang arab badui dikenal memiliki tabiat yang kasar dan hati yang keras. Jadi, beliau sengaja memberikan jawaban yang samar untuk menyenangkan hatinya.
Hal yang sam juga disebukan dalam riwayat muslim, bahwa seseorang bertanya kepada rasul saw, ya rasululullah, dimanakah ayahku ? beliau menjawab di neraka. Ketika orang itu beranjak pergi beliau memanggilnya, lalu beliau berkata kepadanya. “Ayahku dan ayahmu berada di neraka. Namun hadis tersebut dinilai munkar (diriwayatkan oleh perawi yang lemah dan menyalahi hadis dari para perawi yang terpercaya) dan para ulama telah membahasnya secara terperinci. Az-Zarqani meringkas pembahasan itu dalam Syarh Al-Mawahib. Diantaranya, ia berkata “ Dalam hal ini , sebaiknya dikatakan bahwa para perawi telah mengambil sikap yang berlebihan terhadap riwayat tersebut dan mereka berbeda pendapat dalam hal itu. Padahal yang benar adalah apa yang disebutkan dalam riwayat pertama, “Dimana saja kamu melewati kuburan seorang kafir .. (dst). Dalam hal ini sangat diperlukan ketelitian. Yang kami fahami, teks hadis ini umum, yaitu “Dimana saja kamu melewati kuburan seorang kafir, kabarkanlah bahwa ia adalah penghuni neraka.” Inilah yang bersumber dari rasulullah saw. Tetapi sebagian perawi memahami bahwa sabda beliau juga meliputi ayah beliau. Mereka menyimpulkan bahwa ayah beliau adalah seorang kafir. Lalu, mereka mengubah redaksi hadis tersebut dan meriwayatkannya dengan makna sesuai dengan apa yang mereka pahami. Mereka menyebutkan bahwa nabi saw bersabda “Ayahku dan ayahmu berada di neraka” sementara itu Azar adalah paman nabi Ibrahim as bukan ayahnya. Inilah pendapat yang benar.
Ibn Hajar Al-Haitami mengatakan bahwa Ahlul kitab, baik dari kalangan Yahundi maupun Nasrani, sepakat bahwa Azar bukan ayah nabi Ibrahim as. Tetapi pamannya. Alloh menyebut Azar dalam alquran sebagai “ayah” Karena orang-orang arab biasa memanggil paman dengan panggilan “ayah”. Al-Fakhr Ar Razi juga menegaskan hal ini. Ia berkata, “ Dalam al-quran , ‘paman’ dipanggil ‘ ayah’ alloh swt. Berfirman
“Kami akan menyembah tuhanmu dan tuhan ayah-ayahmu (abaika) Ibrahim, Ismail … (Qs . Albaqarah [2] : 133). Padahal, firman alloh ini berkenaan dengan anak-anak ya’kub as. Sedangkan ismail as adalah paman ya’qub as.
Berkaitan dengan hal ini, sekelompok ulama salaf dari generasi sebelum Ar Razi sebenarnya telah mengemukakan pendapat seperti itu. Di antara mereka adalah Ibn Abbas, Mujahid, Ibn Jarir dan As-Sadi. Mereka mengatakan bahwa azar bukan ayah Nabi Ibrahim as. Tetapi pamannya karena ayah Ibrahim bernama Tarikh.
Diantara ulama lain yang sepakat dengan pendapat Ar-Razi adalah Al-Mawardi. Ia adalah seorang pemuka dalam mazhab Syafi’I tentang firman alloh swt.
“Dan perpindahanmu di antara orang-orang sujud (Qs Asy- Syuara 26 : 219, almawardi mengemukakan pendapat yang sama dengan pendapat Ar-Razi, bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perpindahannya dari tulang sulbi-tulang tulang sulbi yang suci ke dalam rahim-rahim yang suci. Ini adalah salah satu penafsiran terhadap ayat tersebut, dan inilah penafsiran yang bisa diterima dan lebih masuk akal.
Ibn Sa’ad, Al-Bazzar, Ath-Thabrani, dan Abu Na’im meriwayatkan bahwa firman alloh swt “ Dan perpindahanmu di antara orang-orang yang sujud (Qs. Asy-Syuara 25 : 219). Ibn abbas ra berkata, “yaitu dari seorang nabi ke nabi yang lain sehingga aku mengeluarkanmu sebagi seorang nabi. “ Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan “ memindahkan nya dalam tulang sulbi-tulang sulbi para nabi”. Meskipun ada perantara-perantara di antara mereka. Ia juga menafsirkan ayat ini secara lebih umum, tidak membatasi pada “tulang sulbi-tulang sulbi para nabi”, tetapi dengan “orang-orang yang mengerjakan shalat yang selalu ada pada keturunan Ibrahim as.” Penafsiran terakhir ini lebih jelas , karena meliputi orang-orang lain selain para nabi.
Ibn Al-Mundzir meriwayatkan bahwa tentang firman alloh swt, Ya tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat (Qs Ibrahim 14 : 40), Ibn Juraij berkata, “Senantiasa ada pada keturunan Ibrahim orang-orang yang berada dalam fitrah (kesucian). Mereka menyembah alloh swt.
“ Dan ibrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya (Qs Az Zukhruf 43 : 28, Ibn Abbas ra dan Muhahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat tauhid itu adalah laila ha illallah (tiada tuhan selain alloh). Kalimat ini kekal pada keturunan Ibrahim as.
Tentang ayat di atas, qatadah berkata, “ Ayat ini adalah kesaksian bahwa tiada tuhan selain alloh (laila ha illallah) dan senantiasa ada dalam keturunan Ibrahim as. Orang yang mengucapkan tauhid sepeninggalnya.
Dalam beberapa hadis sahih, melalui beberapa jalur yang sahih pula, diriwayatkan bahwa bumi ini tidak pernah kosong dari tujuh orang Islam. Diantaranya dalah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Abdurra Razzaq dan Ibn Al-Mundzir dnegan sanad yang sahih sesuai kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwa dari Ali ra berkata, di muka bumi ini akan senantiasa ada tujuh orang Islam (dan seterusnya). Sekiranya bukan karena mereka, niscaya bumi ini dan siapa saja yang ada di atasnya akan binasa.
Imam Ahmad Az Zuhud meriwayatkan hadis dengan sanad yang sahih sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Ibn Abbas ra, berkata, “Speninggal Nuh bumi ini tidak pernah kosong dari tujuh orang yang dengan perantaraan mereka, alloh menjaga penduduk bumi”
Rasulullah saw. Bersabda “aku di utus dalam sebaik-baik generasi anak Adam. Generasi demi generasi berlalu, dan aku diutus dalam generasi yang kau berada di dalamnya” (Hr Al-Bukhari)
Jika kita mengkaji hadis-hadis di atas “Di muka bumi ini akan senantiasa ada tujuh orang Islam… (dst), sekiranya bukan karena mereka, niscaya bumi dan siapa saja yang ada di atasnya akan binasa”, Speninggal Nuh as. Bumi ini tidak pernah kosong dari Tujuh orang yang dengan perantaraan mereka, alloh menjaga penduduk bumi”, dan aku di utus dalam sebaik-baik generasi anak adam. Generasi demi generasi berlalu, dan aku diutus dalam generasi yang aku berada didalamnya” niscaya hal itu sesuai dengan apa yang dikatakan oelh Ar-Razi , bahwa ayah dan kakek-kakek rasulullah saw. Adalah orang-orang yang mengesakan alloh. Sebab , Jika setiap orang dari kakek-kakek rasulullah saw. Termasuk di antara tujuh orang yang desebutkan dalam hadis itu. Maka dalam hal ini bisa diterima, walaupun mungkin saja ketujuh orang bukan mereka. Jika dikatakan bahwa mereka mengikuti agama yang hanif , yakni agama Ibrahim as maka hal ini pun bisa diterima. Sebaliknya, jika dikatakan bahwa mereka musyrik, maka hal itu tidak akan luput dari dua hal. Pertama, orang lain lebih baik daripada mereka. Namun hal ini adalah tidak bisa diterima karena bertentangan dengan hais sahih yang menyebutkan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi anak adam. Kedua, mereka lebih baik, tetapi mereka musyrik, maka hal ini pun tidak bisa diterima karena bertentangan dengan Ijma. Alloh swt berfirman “ Sesunggunya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik (Qs Albaqarah: 2 : 221). Dengan demikian, terbukti bahwa mereka adalah para penganut agama tauhid. Mereka adalah para penganut agama tauhid. Mereka adalah penghuni bumi terbaik pada zaman mereka.
As Suyuti dan lain-lain, yang telah menulis tentang keselamatan para leluhur rasul saw. Di akhirat, menyebutkan banyak dalil dan bukti yang kuat tentang hal itu. Mereka menyebutkan biografi masing-masing dari para leluhur Rasul saw. Dalam banyak hadis sahih disebutkan bahwa nabi saw, bersabda “Aku senantiasa berpindah dari tulang sulbi-tulang sulbi yang suci ke dalam rahim-rahim yang suci”. Dalam riwayat lain disebukan “Alloh senantiasa menimdahkanku dari tulang sulbi-tulang sulbi keturunan yang mulia ke dalam rahim-rahim yang suci”
Berdasarkan hal ini, sebagian ulama menafsirkan firman alloh swt, “Dan perpindahanmu diantara orang-orang yang sujud (Qs Asy-Syuara 26 : 219) dan sabda nabi saw, “Aku senantiasa berpindah dari tulang sulbi – tulang sulbi yang suci ke dalam rahim-rahim yang suci “ bahwa tak satu pun dari ayah, ibu , kakek dan nenek nabi saw hingga adam as, dan hawa yang kafir karena orang kafir tidak bisa disebut suci. Berkaitan dengan hal ini, pengarang Al Hamziyyah berkata :
Dalam batin alam ini senantiasa terkandung kakek dan nenek pilihan bagimu.
Rasul saw bersabda “ Aku sama sekali tidak pernah dilahirkan dari seorang pezina sejak aku dikeluarkan dari sulbi Adam. Aku senantiasa diperebutkan oleh berbagai umat yang mulia hingga aku dikeluarkan dari yang paling utama di antara dua kabilah arab, yaitu bani hasyim dan bani zuhrah”.
-------
Dikutip dari Allamah Ahmad bin Zaini Dahlan, Benarkah Abu Thalib Seorang Mukmin ?, diambil dari Tinjauan Alquran dan Hadis serta Imam Albarjanzi
Ahlussunnah wal jama’ah
No comments:
Post a Comment